Saya mempunyai lima orang ponakan, rata-rata mereka suka
sekali main handphone. Ponakan pertama sukanya main Game Online, yang kedua suka Youtube
dan Game Online, yang ketiga sampai
kelima suka sekali Youtube. Entah kenapa mereka jadi kecanduan handphone, jika
tidak memegang handphone rasanya ada yang kurang, dan memohon untuk memberikan
handphone.
Ternyata, gejala ini juga bisa memberikan efek negatif kepada
anak-anak yang suka main handphone terutama sekali kelima ponakan saya. Dan yang
saya khawatirkan, mereka akan mengalami kejahatan cyber, cyber bullying
atau bahkan video game bertema
kekerasan. Jika mereka ada di rumah saya, saya akan membatasi mereka untuk main
handphone, dengan membiarkan mereka bermain bersama teman-temannya di luar sana.
Berdasarkan data pengguna internet oleh anak data internet
oleh anak dari Yayasan dan Buah Hati (2016), dari sebanyak 2596 siswa kelas
4,5,dan 6 sekolah dasar di wiayah Jabodetabek, sebagian besar anak menggunakan
internet untuk mengakses situs-situs yang bersifat hiburan; 16% reseponden
menggunakan internet untuk film/video, 14% mendengarkan lagu, 19% bermain
games, 20% belajar, 14% mengunduh, 7% membaca berita, 6% jual beli, dan 4%
untuk media social. Dari seluruh reseponden, 97% reseponden anak mengaku pernah
melihat pornografi, media berkonten pornografi yang dilihat anak diantaranya
melalui (17%), video klip (16%), games (13%), komik (13%), situs internet
(12%), TV Kabel (8%), telpon genggam (8%), iklan (8%), media cetak (2%), dan
buku cerita (3%). Menurut penelitian LIPI, Romi Satria Wahono (2016), setiap 2
etiknya terdapat 28.258 orang melihat situs porno, 372 pengguna internet
mencari konten pornografi, dan jumlah halaman situs pornografi mencapai 420
juta.
Terkait data bullying di sekolah, didapatkan beberapa data faktor risiko tingkat sekolah sebagai berikut
:
1.
84% Siswa mengaku pernah mengalami kekerasan di
sekolah.
2.
45% Siswa laki-laki menyebutkan bahwa guru atau
petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan.
3.
40% Siswa usia 13-15 tahun melapotkan pernah mengalami
kekerasan fisik oleh teman sekelasnya.
4.
75% Siswa mengakui pernah melakukan kekerasan di
Sekolah
5.
22% Siswa perempuan menyebutkan bahwa guru atau
petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan.
6.
50% Anak melaporkan mengalami perundungan
(bullying) di Sekolah.
Kelurga yang tidak memahami tantangan tersebut, kadang gagal
memberikan pendampingan bgi remaja tersebut. Remaja yang gagal dalam menjawab
tantangan zaman tersebut, tersebut, berada dalam bahaya yang cukup
mengkhawatirkan, yaitu kemungkinan mengalami masalah kesehatan jiwa yang jika
tidak dapat di deteksi dan ditangani secara dini dapat meningkatkan resiko
timbulnya gangguan jiwa di kemudian hari.
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Gangguan mental emosional adalah masalah yang cukup besar di
Indonesia. Masalah pikiran, perasaan dan perilaku yang dapat membuat kesulitan
menjalani peran dan kehidupan sehari-hari (kesulitan tidur, ketegangan sebagian
besar tubuh kurangnya semangat, berkurangnya energi dan tidak adanya minta
kepada kesenangan). Masalah ini terkesan tidak berat akan tetapi dapat
memperburuk seiring perberatan gejala. Gejala ini hendaknya disadari sedini
mungkin dan dikelola dengan tepat agar tidak dapat memberat dan mengganggu
aktivitas sehari-hari.
Untuk itu, marilah kita bersama melalui perayaan Hari
Kesehatan Jiwa Sedunia tahun ini mendorong keluarga untul lebih memperhatikan
dan menjadikan kelurga sebagai tempat yang hangat bagi pertumbuhan fisik dan
jiwa mereka.
Melalui perayakan pada tanggal 10 Oktober Hari Kesehatan Sedunia ini juga mari kita
kampanyekan Gerakan Masyarakat Untuk Hidup Sehat (GERMAS) sehingga kita dapat
mengharapkan tumbuhnya generasi penerrus yang sehat secara Fisik, Jiwa, dan
Sosial.
Comments